Editorial.
Pesta Di Tengah Bencana
Netpitu.com – Tante Mer, tentunya tergolong orang nekat, lantaran menggelar party HBD ( Happy Bird Day ) di tengah pemerintah dan masyarakat berkerja keras memerangi penyebaran penularan virus corona agar tak berkembang semakin liar di Bojonegoro.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak tanggung-tanggung untuk merayakan ulang tahunnya yang ke 45, tante Mer mengundang sekitar 40 orang teman-temannya yang tergabung dalam komunitas sosialita.
Namun untungnya, hanya sekitar 15 hingga 20 orang undangan saja yang hadir. Sehingga penumpukan orang dalam satu ruang di Adelia Cafe tidaklah penuh sesak.
Bisa dibayang jika semua tamu yang diundang tersebut hadir dan megenakan gaun jetat dan seksi, Tentunya suasana riuh rendah dan hawa panas akan mewarnai pesta yang dihelat tante Mery.
Untungnya, ada sepasukan Satpol Pamong Praja yang mendatangi pesta tersebut sehingga pesta tak jadi digelar. Pesta pun dibubarkan. Karena mengumpulkan banyak kerumunan orang di satu ruang, melanggar ketentuan social distancing dalam penanganan Covid-19.
Entah sadar atau tidak jika sekarang ini tengah dalam pandemi corona, dimana setiap orang harus berlaku hati-hati dengan serangan virus yang belum ditenukan vaksinnya ini. Nampaknya obsesi tante Mer menggelar pesta, hanya tidak mau kehilangan moment perayaan usia ke 45 tahunnya.
Sehingga ia mengabaikan himbauan jaga jarak, social distancing ataupun physical distancing yang menjadi aturan utama yang harus dipatuhi oleh masyarakat jika tidak mau tertular ataupun menjadi penular virus corona ini.
Selain pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten pun telah mengeluarkan maklumat perintah yang jelas dalam melakukan aktivitas di masyarakat pada situasi kondisi kedaruratan bencana non alam ini.
Sekalipun telah menerapkan jaga jarak, memakai masker, berkumpul lebih dari 5 orang dalam satu ruangan pun tidak dianjurkan atau dilarang.
Maklumat nomer 360/983/412.208/2020, tanggal 25 Maret 2020, yang ditandatangani bupati Bojonegoro, Anna Muawanah, menyebutkan adanya tindakan pembubaran paksa terhadap masyarakat yang nongkrong di warung, cafe, tempat hiburan dan tempat kerumunan orang yang lebih dari 4 orang.
Jumlah pengunjung ( pembeli ) yang diperbolehkan masuk pada Toserba dan minimarket dibatasi hanya 5 orang. Selanjutnya pada Toserba dan minimarket juga diminta untuk mengatur antrean pengunjung yang mau membeli dengan menerapkan social distance ( menjaga jarak antar konsumen ).
Khusus untuk toko swalayan ( Bravo, Samudra, KDS, Giant ) diwajibkan melakukan pembatasan terhadap jumlah pengunjung ( pembeli ) yang masuk di dalam toko sebanyak-banyaknya 40 orang.
Tak hanya itu, untuk mencegah terjadinya kerumunan orang banyak atau penumpukan orang dalam jumlah lebih dari 5 orang, maka acara perayaan resepsi pernikahan/ khitan atau pengajian sekalipun juga tetap tidak diijinkan.
Untuk menekan penyebaran virus, bahkan forum pimpinan daerah Bojonegoro, yang terdiri dari Bupati, Kapolres, Dandim, dan Kepala Kejaksaan negeri, juga telah mengeluarkan instruksi bersama tentang mekanisme penjagaan wilayah zona merah virus corona .
Intruksi nomor : 04 Tahun 2020, nomor : B/-/ IV/2020, nomor : B/427/IV/2020, nomor :B-222/M.5.16/Cp/04/2020, tersebut diterbitkan untuk penanganan dan penyebaran virus corona (Covid-19) di Bojonegoro, dan diterbitkan 16 April 2020.
Semua peraturan dan perintah larangan ini dikeluarkan tentunya bukan sekedar untuk membendung persebaran virus Corona di masyarakat. Tetapi lebih dari itu, adalah untuk tujuan melindungi nyawa manusia dari serangan virus mematikan yang belum ada vaksin penyembuhnya.
Melawan virus tidak dengan cara gagah-gagahan, dengan melanggar himbauan dan larangan pemerintah. Seolah-olah tubuh ini kebal dengan serangan virus macam apapun. Termasuk Covid-19.
Menggelar pesta di tengah wabah virus corona, bukan hanya perbuatan konyol tetapi juga tidak terpuji.
Karena di saat setiap orang menjauhkan diri dari kerumuman banyak orang. Di saat orang menangis dan mengeluh karena kehilangan mata pencaharian dan menurunnya pendapatan. Di saat setiap orang mengharapkan datangnya bantuan. Justru ada suara tawa ria orang berpesta tanpa mengindahkan larangan dan himbauan pemerintah.
Apapun itu, berpesta pora di tengah keprihatinan adalah tindakan sombong yang tidak manusiawi.
Semoga kejadian penertiban acara pesta ulang tahun “tante Mer ” di Adelia Cafe bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat Bojonegoro. Demikian pula, mestinya sebelum pesta digelar, Satpol PP bisa melakukan pencegahan dini dengan mendatangi cafe tempat digelarnya pesta, sekaligus memberitahukan kepada tante Mer. Bahwa tidak boleh ada pesta atau kegiatan yang mengundang kerumunan banyak orang.
Terlebih laporan tentang akan adanya pesta tersebut telah diterima Satpol PP pada 5 hari sebelumnya. Bukankah mencegah lebih baik daripada menindak.
Begitupun juga sudah selayaknya, petugas Satpol PP, Polisi, dan TNI yang tergabung dalam Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Bojonegoro, bisa selalu tanggap dan memberikan respon cepat apabila ditemukan adanya kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan aturan dan protokoler penanganan Covid-19. Sehingga setiap orang bisa berlaku hormat dan patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan..
Semoga badai wabah corona ini cepat berlalu, dan kita bisa bekerja, berkumpul dan beribadah seperti semula.
Oleh : Edy Kuntjoro.
Pimpinan Redaksi netpitu.com