Ancaman Teroris itu nyata Ada.
Jaringan radikal di Indonesia sudah ada sejak dari masa kemerdekaan 1945. Gerakan radikal ini berlatar belakang politik agama yang dikomandani oleh Kartosuwiryo dengan membentuk organisasi Negara Islam Indonesia/Tentara Islam Indonesia (NII/TII).
Sejak pembahasan pembentukan negara, Kartosuwiryo menghendaki Indonesia menerapkan syariat Islam di seluruh penjuru tanah air, dengan alasan agama ini dipeluk mayoritas penduduknya.
Usulan ini ditolak karena tak bisa mengakomodir keanekaragaman yang ada dari Sabang sampai Merauke, terutama Indonesia bagian timur yang sebagian besar beragama kristen.
Pendiri negara menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dengan sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa.
Kartosuwiryo menolak keputusan ini dan memproklamirkan NII/TII di beberapa wilayah Indonesia.
Dia ditangkap dan dieksekusi pada 1962 silam. Namun, Kartosuwiryo sempat membagi NII menjadi sembilan komandemen wilayah (KW). Gerakan ini terus bergerak secara terselubung dan klandestin.
Di Jawa Tengah, melalui NII KW II, Abu Bakar Baasyir dan Abdulah Sungkar menentang pemerintah dan menolak Pancasila. Abdulah ditangkap dan diancam hukuman sembilan tahun penjara, namun dia mengajukan banding sehingga menjadi tahanan kota.
Kesempatan ini dia gunakan untuk melarikan diri ke Malaysia dan mendirikan Jamaah Islamiyah. Abu Bakar Baasyir merekrut orang-orang di Jawa untuk dikirimkan bergabung dengan kelompok yang terbagi ke dalam beberapa wilayah kerja atau Mantiqi ini.
JI, yang baru mulai beroperasi pada 1993, disebut sebagai bagian dari Al Qaidah, kelompok teror yang berasal dari Timur Tengah. Kelompok ini pula yang mengakui mengotaki peledakan Bom Bali 2002, yang menewaskan 202 orang dan sekitar 200 orang lebih lainnya menderita luka-luka.
Sepetember 2008, JI kemudian berkembang menjadi Jamaah Ansharut Tauhid.
Sementara itu, di Timur Tengah, Al Qaeda goncang setelah kematian pimpinannya Osama bin Laden pada 2011.
Pengganti Osama, Ayman Al Zawahiri tak sekharimatis Osama, dan perpecahan pun terjadi di organisasi itu. Beberapa anggota membelot dan membentuk kelompok sendiri, di antaranya di bawah pimpinan Abu Bakr al-Baghdhadi.
Di tanah air, kelompok radikal mulai terpikat dengan dengan ISIS yang berperang dengan membawa nama agama.
Banyak anggota kelompok radikal di Indonesia yang merupakan mantan kombatan di Timur Tengah. Maka tak sulit bagi mereka untuk mendapatkan hubungan ke ISIS.
Di Indonesia paham ekstrem ini berkembang merasuk ke dalam tubuh JAT. Mereka pun mendirikan sel-sel baru pendukung ISIS, di antaranya adalah Jamaah Ansharu Daulah yang dipimpin Aman Abdurahman dan Jamaah Ansharu Syariah yang dipimpin Abu Bakar Baasyir.
Selain itu, dibentuk pula Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.
Santoso telah tewas ditembus peluru petugas tetapi ia sempat mendeklarasikan dukungannya untuk ISIS. Diduga, mereka juga mendapatkan bantuan dari kelompok Timur Tengah itu untuk mendirikan kekhalifahan di Asia Tenggara.
JAD dan JAT masih terkait dengan Jamaah Anshoru Khilafah Daulah Nusantara yang dibentuk pada 2015.
Dari NII, juga dibentuk sel baru yang dinamakan Mujahidin Indonesia Jakarta, sebelum menjadi Mujahidin Indonesia Barat.
Di sisi lain, ada pula pecahan Jamaah Islamiyah yang diam-diam terus bergerak hingga hari ini. Setelah para pimpinannya ditangkap, generasi penerus kelompok ini terus bergerak dan membentuk kelompok yang disebut polisi dengan Neo Jamaah Islamiyah.
Polisi meyakini jaringan ini lebih berbahaya daripada ISIS. Alasannya, Neo JI bergerak perlahan dan melakukan persiapan matang sebelum bergerak. Selain itu, Neo JI juga mempunyai struktur organisasi yang lebih rapi.
Ditulis Oleh : Edy Kuntjoro
Pimpinan Redaksi www.netpitu.com
Sekretaris Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Bojonegoro