BOJONEGORO.,Netpitu.com – Ketua LSM Angling dharmo, M. Nasir, meminta penyidik Kejaksaan negeri Bojonegoro, tidak tebang pilih dalam menangani dugaan korupsi Bantuan Operasional Pendidikan ( BOP ) pencegahan dan pengendalian pandemi Covid19 dari Kementerian Agama Rl.
Menurut Nasir, banyak terjadi carut marut dalam pelaksanaan BOP pencegahan Covid di Bojonegoro. Ia berharap Kejaksaan bisa membongkar peristiwa korupsi yang terjadi di lingkup lembaga pendidikan keagamaan Islam ini seterang-terangnya dan tidak ada fakta yang disembunyikan. Sehingga semua fakta terlihat jelas, siapa dalang dan aktor yang telah merugikan keuangan negara itu.
Sementara itu, kuasa hukum ketua FKPQ Bojonegoro, Shodikin, Pinto Utomo. SH. MH., menanggapi penetapan tersangka dan penahanan kliennya oleh Kejaksaan negeri Bojonegoro, mengatakan pihaknya merasa ada nuansa tebang pilih dalam penanganan perkara dugaan korupsi BOP Kemenag ini.
Menurut Pinto, dari awal pihaknya melihat bantuan ini sudah dikondisikan oleh FKPQ Propinsi/ Wilayah dengan cara FKPQ Wilayah mengkondisikan pembelian alat-alat Prokes yang dikelola oleh FKPQ Priovinsi Jatim.
Untuk pengadaan alat-alat Prokes pencegagan Covid ini, FKPQ Propinsi menawarkan 2 perusahaan penyedia barang kepada lembaga TPQ penerima BOP yang akan melakukan pembelian alat Prokes.
Mulai dari sinilah dugaan korupsi itu terjadi. Karena mereka telah mengarahkan pengadaan alat prokes ke penyedia barang tertentu. Dengan cara mentransfer atau mengirimkan uang Rp. 6 juta ke penyedia barang.
Padahal berdasarkan hitung-hitungan FKPQ Bojonegoro, nilai alat-alat prokes yang diserahkan FKPQ Wilayah Proinsi ke FKPQ Bojonegoro nilainya tidak lebih dari Rp. 3 sampai dengan Rp. 4 juta.
Seperti diungkapkan oleh Soimah, FKPQ Kecamatan Gayam, bahwa barang-barang berupa alat Prokes yang diterimanya dari penyedia jasa yang ditunjuk FKPQ Propinsi tidak sesuai harapan.
Setelah dihitung dan dilakukan pembandingan harga di toko, nilai barang yang diterimakan ke TPQ tidak sampai Rp, 6 juta. ” Paling hanya sekitar 3 jutaan,” terang Soimah, kepada netpitu.com.
Soimah pun berharap, penyidik Kejaksaan negeri Bojonegoro untuk mengusut korupsi pengadaan barang alat prokes ini. Lantaran karena adanya pengaturan pembelian barang harus dibeli dari CV penyedia barang yang ditunjuk FKPQ Wilayah Propinsi Jatim.
“Ini TPQ penerima BOP kan jelas-jelas dirugikan. Jika beli alat Prokes sendiri di toko bisa lebih banyak dapat barang,” ujar Soimah, lebih lanjut.
Ia pun mencontohkan, harga masker anak yang dipatok dengan harga Rp. 12.500 per satu masker. Padahal jika beli di Bojonegoro atau di toko online bisa didapat dengan harga Rp. 5.000,- per masker.
“Kalau belinya banyak kan harganya malah bisa lebih murah lagi,” ujar Soimah.
Dari uang Rp, 6 juta yang ditransfer ke penyedia barang, lanjut Soimah, TPQ hanya menerima barang, seperti sabun cuci tangan cair, handsanitizer, masker, facesheld, disinfektan, dan handspray manual, thermogun, lampu UV, handspray manual.
Pihak TPQ tidak bisa mengelak , apalagi menolak lantaran surat pesanan sudah dipersiapkan oleh penyedia barang senilai Rp. 6 juta beserta barang apa yang dijual. Sehingga TPQ penerima BOP mau tak mau harus membeli barang tersebut tanpa bisa memilih barang apa yang bisa dibeli dan apa yang tidak dibeli pada penyedia barang tersebut.
“Mau tak mau ya harus menerima, karena uang Rp. 6 juta sudah ditransfer ke penyedia barang sejak awal. Sesuai arahan FKPQ wilayah Jatim,” papar Soimah.
“Kami ini dirugikan oleh penyedia barang tapi kok malah dikorupsikan,” tandas Soimah. Bagaimana cara keadilan negeri ini bekerja ?.
(ro)