BOJONEGORO. Netpitu.com – Sarikat Buruh Muslimin Indonesia ( Sarbumusi ) Kab. Bojonegoro, menolak PP No. 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP No. 25 Tahun 2020. Peraturan Pemerintah ini mengesahkan perubahan terkait beberapa ketentuan penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada PP No. 25 Tahun 2020.
Dikatakan ketua Sarbumusi Bojonegoro, Amrozi, pemerintah harus meninjau ulang peraturan pemerintah yang baru disahkan presiden tersebut. Pasalnya, akibat disahkanya PP tersehut, buruh harus menerima pemotongan gaji sebesar 2,5% setiap bulannya.
Pemotongan gaji buruh sebesar 2,5 persen untuk tabungan perumahan ini dinilai tidak berpihak kepada rakyat dan merugikan rakyat. Lantaran tidak adanya kepastian perumahan yang akan diperoleh masyarakat buruh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tapera merupakan bentuk eksploitasi pemerintah terhadap rakyatnya sendiri,” tandas Amrozi, Selasa, 04/06/2024.
Menurut mantan aktifis PMII ini, dalam PP No. 21 tahun 2024 ini belum mengatur penghitungan nominal yang akan didapatkan buruh nantinya. Ia menilai PP tentang Tapera ini tidak menjelaskan entitlements atau hak yang akan didapatkan buruh nantinya.
“Apakah hanya akumulasi 3% dari kontribusi buruh dan pemberi kerja, atau ada penyertaan dan dari pemerintah dan/atau dana tambahan dari pengelolaan BP Tapera. Hal ini tentu dapat berpotensi adanya misconduct dalam pelaksanaan program ini,” jelasnya.
Ketua Sarbumusi Bojonegoro itu menegaskan bahwa penghitungan yang ada di peraturan pemerintah ini juga tidak jelas dasar penghitungannya. Sehingga, secara nominal tidak dijelaskan secara rinci rumah seperti apa yang akan didapatkan pekerja nantinya.
Selain buruh, di PP tersebut juga disebutkan perusahaan yang memperkerjakan buruh diwajibkan membayar tabungan sebesar 0,5 persen.
” Nah, tabungan 0,5 persen inipun juga tidak jelas muaranya mau diperuntukan ke siapa. Karena setoran tabungan yang diwajibkan pada buruh hanya 2,5 persen. Apakah bagian 0,5 persen tersebut hak pemilikannya diberikan kepad buruh, atau dikembalikan kepada perusahaan. Atau bahkan diambil menjadi milik pemerintah,” tandas Amrozi, lebih lanjut.
( ro )