BOJONEGORO. Netpitu.com – Pilkada Bojonegoro tenang tapi runyam. Terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu calon bupati mapun wakil bupatinya, namun Panwaslu sebagai unsur pengawas dan penegak peraturan Komisi Pemilihan Umum cuma diam, tak melakukan teguran ataupun membetikan peringatan.
Beberapa jenis pelanggaran tersebut terungkap dalam diskusi bertajuk ” Pilkada Jurdil ” redaksi netpitu.com, Minggu, (4/2).
Salah satu pelanggaran yang menyolok dan dilakukan berulang-ulang adalah adanya salah satu calon wakil bupati yang berprofesi sebagai anggota DPR RI, Fraksi PAN.
Dugaan pelanggaran pada calin wakil bupati ini adalah memanfaatkan fasilitas program sosialisasi 4 pilar, milik MPR dengan mengangkat tema pentingnya nilai-nilai Pancacasila dalam pertahanan keluarga.
Dengan memanfaatkan jabatannya yang melekat sebagai anggota DPR/MPR RI, calon wakil bupati dari PAN, Hanura dan Nasdem, ini telah mengumpulkan massa dari P3N (Petugas Pembantu Pencatat Nikah).
Sebelumnya calon wakil bupati ini juga pernah diagendakan menjadi narasumber dalam kegiatan pembinaan guru dan tenaga kependidikan di Kantor Kementerian Agama Bojonegoro.
Namun dalam acara tersebut yang bersangkutan tidak jadi hadir lantaran arena pembinaan sudah didatangi dan dipantau oleh Panwaslu Kabupaten.
Yang menjadi pertanyaan peserta diskusi kenapa Panwas sebagai petugas yang berwenang dalam menegur dan menindak pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak mengambil langkah tegas. Sehingga pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak terulang.
Logikanya anggota dewan yang telah mengundurkan diri sebagai anggota DPR maupun DPRD tak lagi berhak menggunakan fasilitas yang melekat pada jabatannya.
“Kalau sudah mundur ya nggak patut menggunakan anggaran resesnya untuk terjun ke masyarakat, demikian pula melakukan sosialisasi program 4 Pilar MPR,” ujar Amrozi, pimpinan management netpitu.com.
“Jika dipaksakan bisa masuk ranah korupsi karena menggunakan anggaran yang bukan haknya,” tandasnya.
Pelanggaran lain juga dilakukan oleh calin bupati yang diusung PAN, Nasdem dan Hanura. Calon bupati ini dalam sosialisasinya sebagai calon bupati Bojonegoro memanfaatkan koleganya, yakni Kepala Desa Woro, Kecamatan Kepuhbaru, untuk menyelenggarakan sosialisasi calon bupati dengan mengundang warga Desa.
Fatalnya lagi, Kades Woro ini mengundang warga dengan menggunakan jabatannya sebagai Kades, undangannyapun menggunakan stempel Pemerintahan Desa.
Dugaan pelanggaran lain yang menjadi bahasan adalah digunakaannya komplek gedung sekolah sebagai pos pemenangan Pilkada, dan komplek gedung di lingkungan Masjid sebagai tempat kegiatan rapat dan pertemuan tim pemenangan calon bupati dan calon wakil bupati.
Pada dugaan pelanggaran ini disinyalir dilakukan oleh pasangan calon yang diusung dari parati Gerindra dan PPP.
Dalam Peraturan KPU ini kan jelas-jelas melanggar. Kenapa Panwas Kabupaten diam saja?.
Dalam diskusi terbatas itu, redaksi dan seluruh awak lapangan netpitu.com memilih sikap netral, tidak berpihak ataupun mendukung dan berafisiliasi dengan salah satu calon bupati – wakil bupati.
Sikap ini didasari pentingnya fungsi pers dalam mengawal proses demokrasi Pilkada yang jujur, adil dan transparan.
(dan)