BOJONEGORO. Netpitu.com – Muhammad Sholeh, Kuasa hukum Budi Irawanto, pengadu dugaan pencemaran nama baik wakil bupati Bojonegoro, mengatakan ada kejanggalan dalam.penerbitkan surat ketetapan penghentian penyelidikan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Budi Irawanto, yang dilakukan oleh Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah, melalui media sosial WhatsApp.
Menurut Sholeh termohon ( penyelidik Polda Jatim ), tidak memahami fungsi penyelidikan, jika memang aduan pemohon bukan peristiwa pidana, penyelidik tidak perlu memeriksa saksi-saksi, dan tidak perlu memeriksa Ahli ITE, Ahli Pidana.
Sejak awal penyelidik bisa langsung tidak menindaklanjuti aduan pengadu/ pelapor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Bukankah selama jika ada laporan warga datang ke SPKT, dan laporannya bukan peristiwa pidana langsung ditolak oleh polisi. Kenapa dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Wabup Budi Irawanto, polisi membuat perlakuan yang berbeda ?. Kenapa memeriksa banyak saksi, kenapa memeriksa Ahli ?. Bukankah sangat mudah menentukan sebuah peristiwa pidana atau bukan ?.
Dikatakan M. Sholeh, pada ketentuan pidana yang diatur dalam
Pasal 310 KUHP, yang berbunyi :
(1). Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2). Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3). Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Menurut Pasal 310 KUHP, bukankah sudah jelas jika tindakan yang dilakukan bupati Bojonegoro terhadap Wabup Bojonegoro tersebut masuk sebagai kualifikasi pencemaran nama baik sebagaimana diatur di dalam Pasal 310 KUHP, dan pembuktian Pelanggaran ini sangat mudah, berbeda dengan kasus dugaan mall praktek yang dilakukan oleh seorang dokter, butuh banyak ahli untuk mengungkap apakah itu termasuk kasus pidana atau kesalahan administrasi.
Lebih lanjut dikatakan . Sholeh, jika dilihat dari pengertian di atas, Wabup Budi Irawanto jelas posisinya adalah sebagai saksi korban dalam perkara a quo.
Untuk mendukung pengaduannya, Wabup juga sudah menghadirkan banyak saksi yang mengetahui persitiwa pidana yang diadukannya dan juga sudah memberikan alat bukti surat isi percakapan chat WA Groups yang diduga mencemarkan nama baik Wabup Budi Irawanto kepada penyelidik.
Jika mengacu pada Pada Pasal 184 KUHAP minimal 2 alat bukti sudah terpenuhi yaitu keterangan saksi dan bukti surat. Bukankah sudah terang benderang perbuatan yang dilakukan oleh bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah adalah delik pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur di dalam Pasal 310 KUHP.
Menanggapi objek sengketa yang menyatakan, perkara yang diadukan oleh Wabup Budi Irawnto bukan merupakan peristiwa pidana. Tapi anehnya di dalam objek sengketa penyelidik dalam objek sengketa memaparkan keterangan ahli ITE Kementrian Kominfo RI, Prof. Henri Subiakto yang menyatakan: bahwa grup whatsapp jurnalis dan informasi dikualifikasikan sebagai grup tertutup atau closed group.
“Seharusnya jika peristiwa yang diadukan oleh Wabup Bojonegoro itu bukan peristiwa pidana, maka pihak polisi menyampaikan keterangan ahli pidana bukan ahli ITE,” tandas M. Sholeh, kuasa hukum Budi Irawanto, di ruang Wakil Bupati Bojonegoro, Rabu, (06/04/2022).
Pemohon praperadilan ( Budi Irawanto ) bisa menyadari jika aduan pemohon tidak bisa ditindalanjuti dengan UU ITE, dikarenakan ada Surat Keputusan Bersama Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri No.229 tahun 2021, No 154 tahun 2021, dan No KB/2/V/2021 tanggal 23 Juni 2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu dalam UU ITE yakni huruf K. namun, ketika suatu perbuatan tidak bisa dikenakan dengan UU ITE, bukan berarti perkara a quo bukan peristiwa pidana.
Dalam.gugatan praperadilannya disebutkan oleh kuasa hukum Wabup, bahwa penyelidik tidak pernah menjelaskan sebelum dikeluarkannya objek sengketa tentang aduan pemohon yang merupakan bukan peristiwa pidana. Selain itu polisi pennyelidik juga tidak menjelaskan hal itu berdasarkan keterangan dari Ahli Pidana yang telah diperiksanya.
Disamping itu, lanjut M. Sholeh, petugas penyelidik tidak pernah memberikan kesempatan kepada Budi Irawanto untuk membuktikan bahwa aduannya adalah benar-benar persitiwa pidana. Dengan cara misalnya, hak pengadu menghadirkan ahli pidana untuk menguatkan aduan pengadu. Hal ini jelas melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tambah M. Sholeh yang di dampingi 4 penasehat hukum lainnya.
Tindakan penyelidik Polda Jatim yang tidak memberikan kesempatan pada pengadu untuk menghadirkan ahli untuk menguatkan aduannya adalah tindakan penyelidik yang tidak optimal di dalam melayani pengadu sebagai warga masyarakat dalam membuat aduan dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah. Hal ini menunjukkan petugas penyelidik yang menangani perkara tersebut tidak punya kekuatan dalam menegakkan keberanan di mata bupati Bojonegoro.
Menurut M. Sholeh, gelar perkara yang dilakukan oleh penyelidik Ditreskrimsus Polda Jatim tanpa menghadirkan pengadu, sehingga gelar perkara a quo tidak objektif, sebab tidak mendengar dari sisi pengadi sebagai pembuat aduan.
Dikatakan pula, bahwa tindakan kepolisian Polda Jatim yang menghentikan aduan dari pengadu sungguh merugikan. Sebab pengadu yang menjabat sebagai wakil bupati Bojonegoro sudah berkonsultasi dengan ahli pidana yang mengatakan chat bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah yang dikirim dalam groups Jurnalis dan Informasi adalah delik pencemaran nama baik sabagaimana di atur dalam Pasal 310 KUHP.
“Karena adanya kejanggalan inilah, praperadilan ini kami beri judul ” Hukum jangan tajam ke bawah, tumpul ke atas, “. Kami sebagai kuasa hukum Budi Irawanto telah mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap Kapolda Jatim ini ke Pengadilan negeri Surabaya, dengan No Perakra: 11/Pid.Pra/2022/PN.Sby,” jelas M..Sholeh, di hadapan wartawan.
Berdasarkan pertimbangan di atas Budi Irawanto sebagai pemohon praperadilan ini berkeyakinan bahwa Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/5/II/RES.2.5/2022/Ditreskrimsus yang diterbitkan oleh Direktur Reserse Krimininal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur tertanggal 2 Februari 2022 yang dikeluarkan oleh Polda Jatim bertentangan dengan Peraturan Kapolri No 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana No 8 tahun 1981 dengan demikian Hakim Praperadilan harus menyatakan objek sengketa yang diterbitkan Polda Jatim tidak Sah dan tidak berdasar hukum.
( ro )