BOJONEGORO. Netpitu.com – Maraknya para Guru yang membuat buku puisi, hanya sekadar untuk naik pangkat atawa jabatan. Menjadi sorotan tajam dalam acara diskusi sastra, yang digelar di Hayaru Kafe Bojonegoro (05/12).
Tampil di acara tersebut, lima penyair penulis buku kumpulan puisi, berjudul : “Anjing Yang Mencintai Bunga”. Masing-masing : Achyar M Permana, Beno Siang Pamungkas, Slamet Priyatin, Soekamto Gullit serta Timur Sinar Suprabana.
.
Acara yang dipandu Gunawan Budi Susanto (Kang Putu) ini berlangsung santai. Sekaligus tajam dan menguak banyak persoalan sastra yang selama terpendam.
“Faktanya memang demikian, buku puisi hanya sebagai alat untuk naik pangkat,” tegas Kang Putu pemilik Kedai Kopi di Gunungpati, Semarang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada posisi sastra yang menjadi sekadar alat inilah, kesusasteraan Indonesia memerlukan penulis sastra yang lebih serius. Agar sastra lebih memilik ruh estetikanya. Dan, yang tidak sekadar untuk bergaya-gaya semata.
Diskusi-diskusi sastra yang bernas, bergizi dan cerdas. Pun, penting untuk digelar lebih banyak. Untuk lebih membuka wacana penulis sastra, yang pada akhirnya menelisipkan nilai lebih, pada karya sastra yang dituliskan.
Sebelumnya, Arieyoko selaku penanggung jawab acara, mengurai banyaknya terbit buku-buku sastra. Yang hanya sekadar terbit.
“Setelah terbit, tak ada diskusi bukunya. Tak ada pertanggungan jawab publik, atas estetika pada karya mereka yang ada di dalam buku itu,” ujar Arieyoko.
Buku-buku yang di klaim sebagai buku sastra yang demikian banyak terbit itu, bisa disebut sebagai buku sampah. Yang layak dipertanyakan kualitas sastranya.
Seorang Guru dari Kedungtuban, Blora yang hadir dalam diskusi. Tidak membantah adanya gejala akut yang terjadi. “Memang banyak pendidik menggunakan buku sastra untuk menaikkan nilai profesinya,” katanya.
(*/AMP)