OPINI.
Peringatan manta ketua DPRD Bojonegoro, Anwar Sholeh, agar Badan anggaran DPRD Bojonegoro lebih cermat dan berhati- hati dalam membahas rencana anggaran belanja yang diusulkan pihak eksekutif, sangatlah berasalan. Jika tidak, APBD 2024 bisa menjadi ajang sumber korupsi.
Hal ini nampak jelas, jika dilihat dari ngototnya bupati Bojonegoro yang tidak mau adanya pengeprasan atau pemotongan pada rencana anggaran yang telah diusulkannya.
Untuk menunjukan kekerasan niatnya bupati pun tidak segan-segan menolak datang di rapat paripurna badan anggaran dengan agenda penetapan KUA/ KUA PPAS, Rabu, 06/09/2023, kemarin.
Yang mengejutkan, dari informasi yang disampaikan wakil ketua DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto, bupati hanya mau datang ke rapat paripurna badan anggaran jika alokasi hibah bantuan alat ptoduksi pertanian yang jumlah anggarannya mencapai Rp. 62 milyar itu dikembalikan seperti usulan semula.
Dikatakan Sukur, hasil dalam rapat banggar DPRD dan TAPD, untuk bantuan alat produksi pertanian sebabyak 120 unit Combibe telah disepakati hanya 10 unit alat produksi pertanian pasca panen.
Banggar menyetujui 10 unit Alsinta Combine tersebut bukan tanpa alasan. Karena dari bantuan Alsinta yang diberikan pada tahun-tahun sebelumnya selalu berbuntut masalah yang mengarah ke ranah hukum korupsi.
Beberapa persoalan yang ditemukan di lapangan, misalnya penerima bantuan harus mengeluarkan uang puluhan juta agar mendapatkan bantuan Alsinta Combine.
Memberikan bantuan Alsinta kepada petani memang penting, tapi kepada siapa bantuan Alsinta itu diberikan harus jelas. Sehingga dapat diketahui kemana larinya arah bantuan tersebut diberikan.
Mengingat tahun 2024 merupakan tahun politik, jangan sampai uang rakyat ini dijakan modal kampanye oleh partai atau calon tertentu.
Seharusnya kehati-hatian Banggar DPRD Bojonegoro ini patut mendapat apresiasi. Bukannya malah ditolak Anna Mu’awanah, dengan mengatasnamakan otorisator anggaran.
Perlu diingat, pada 24 September 2023 nanti, jabatan bupati Anna Mu’awanah akan dicopot oleh undang-undang. Dengan demikian setelah tanggal tersebut Anna Mu’awanah bukan lagi bupati Bojonegoro.
Lantas untuk kepentingan apa masih Anna ngotot mempertahankan usulan anggaran hibah Combine pada Gapoktan ?. Jika bukan untuk kepentingan politiknya.
Toh, kalaupun Banggar DPRD Bojonegoro itu melakukan evaluasi pada usulan bantuan Combine tersebut bukankah mereka tengah menjalankan fungsinya sebagai anggota wakil rakyat dalam budgeting.
Dengan menolak pengeprasan anggaran oleh Banggar berarti Anna Mu’awanah telah merampas hak-hak anggota DPRD yang diamanahkan undang-undang.
Sadis dan sangat otoriter. Nampaknya bupati Anna Mu’awanah ini sudah bukan lagi seperti warga Indonesia yang berpegang pada azas dan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan. Mungkin ia lupa, bahwa setelah lengser dari jabatan bupati, ia bukanlah siapa-siapa dan hanya sebatas manusia biasa.
Semoga di pemerintahan berikutnya, wagra Bojonegoro tidak lagi memiliki pemimpin ( bupati ) yang seperti Anna Mu’awanah. Jika di Pilkada Bojonegoro 2024 mendatang, Anna Mu’awanah bisa mencalonkan kembali sebagai calon bupati, sebaiknya warga Bojonegoro tidak memilih Anna Mu’awanah. Rasanya 5 tahun ini, rakyat sudah merasakan kesengsaraan. Jangan ditambah lagi menjadi lebih parah.
Ditulis oleh : Edy Kuntjoro.
Ketua Banteng Merah Putih.