BOJONEGORO. Netpitu.com – Musim kemarau kini tidak lagi menjadi ancaman yang mengkawatirkan bagi petani warga Desa Lengkong, Kecamatan Balen, Bojonegoro. Lantaran kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dapat dipenuhi oleh Pemerintah Desa, dengan membuat sumur bawah tanah.
Hal tersebut tetgambar jelas diraut wajah petani Desa Lengkong, senyum lebar dengan pandangan mata berbinar penuh semangat dan harapan saat mereka menatap hijau dan kuning tanaman padi di sawahnya. Tak ada lagi kecemasan soal keringnya air di sawah.
Achmad Sholikin, Kepala Desa Lengkong, Kec. Balen, Kab. Bojonegoro, adalah sosok penggagas pembuatan sumur air bawah tanah. Menurutnya, air bukan hanya sumber kehidupan tetapi juga sumber kesejahteraan bagi masyarakat petani di desa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebenarnya tidak ada petani yang miskin, kecuali mereka gagal panen karena puso, kekeringan air sawah. Pada kondisi kekeringan itulah petani tidak memperoleh apa-apa dari hasil.usaha sawahnya. Lantaran tidak sebutirpun padi yang bisa dipanen dan dibawa pulang.
Jika terkena serangan hama petani masih bisa mengusahakan dengan obat-obatan pertanian. Begitu pula jika persediaan pupuk menghilang dari pasaran sehingga mengakibatkan pemupukan tanaman padi berkurang, petani masih bisa panen meski produksi padinya menurun.
Tapi kalau sudah kekeringan, tidak ada air di sawah, matilah tanaman padinya.
Dengan dasar pemikiran itulah, Sholikin yang menjabat Kepala Desa Lengkong, mulai 2020 ini, begitu dilantik langsung tancap gas los rem. Meski dalam pandemi corona, Sholikin tidak kehilangan fokusnya dalam melaksanakan visi misinya untuk menyejahterakan masyarakat desa Lengkong.
Ia sadar betul, bahwa sekitar 70 persen atau sekira 148 luas tanah yang ada di Desa Lengkong adalah areal persawahan. Dengan demikian salah satu kebutuhan pokok yang dapat menjamin kelangsungan hidup masyarakat adalah air sawah.
Dengan tersedianya air sawah, tersedia pula bahan pangan yang menjadi hadil produksi usaha pertanian masyarakat desa. Dengan produksi panen yang melimpah, kegiatan usaha perekonomian lainnyapun ikut terbangun. Tak ada kelaparan, tak ada kemiskinan, karena semua rakyat bisa bekerja.
Dari 40 titik rencana pembuatan sumur bawah tanah di Desa Lengkong, telah selesai dibuat 8 sumur.
Memang, sumur air bawah tanah sudah sejak lama dibuat oleh pemerintah untuk mendongkrak produksi pertanian, terutama padi. Namun yang membedakan sumur air bawah tanah Kades Lengkong ini, dengan sumur air bawah tanah pertanian lainnya, adalah sumber daya penggeraknya.
Sumur air bawah tanah proyek pemerintah digerakan oleh tenaga diesel. Sedangkan sumur air bawah tanah yang dibuat Kades Lengkong, seluruhnya menggunakan daya listrik.
Keuntungan menggunakan tenaga listrik, menurut Sholikin, adalah ketersediaan air dapat diusahakan tepat waktu dengan biaya operasional yang lebih murah dibanding menggunakan diesel.
Setiap 1 unit sumur bisa mengaliri 10 hektar sampai dengan 15 hektar dalam jangka waktu 4 hari. Sedangkan dalam satu hari penuh ( 22 jam ), untuk 1 unit sumur bawah tanah bisa memenuhi kebutuhan air sawah seluas 5 hektar.
Untuk satu musim tanam di musim kemarau, dibutuhkan 8 kali pengairan atau pengidian air sawah. Dengan produksi padi 1 hektar menghasilkan 7 ton gabah kering sawah.
Dikatakan Achmad Sholikin, wilayah Desa Lengkong 60 persen lebih mrrupakan lahan sawah pertanian. Sedangkan sekitar 30 persen sisanya merupakan lahan pekarangan tempat tinggal.
Dari luas sawah sekitar 148 hektar yang ada di Desa Lengkong, idealnya terdapat 20 sumur air bawah tanah.
Sedangkan untuk pembuatan sumur air bawah tanah 1 unit membutuhkan biaya sekitar Rp 40 juta hingga Rp. 50 juta. Dengan rincian untuk pembiayaan belanja alat dan tenaga kerja sekitar Rp. 40 juta, ditambah pajak dan lain-lain sekitar Rp. 5 – 10 juta.
Tingkat kemahalan biaya lebih ditentukan oleh ada tidaknya jaringan listrik di persawahan. Biasanya kondisi inilah yang menjadi kendala dalam pembuatan sumur air bawah tanah tenaga listrik. Yakni, tidak tersedianya jaringam listrik di areal persawahan.
“Tapi meski pembuatan sumur dengan tenaga listrik lebih mahal namun jika dihitung secara rinci hingga satu tahun produksi sawah, maka sumur dengan tenaga listrik biaya operasionalnya jauh lebih murah dibanding dengan tenaga diesel,” papar Sholikin, kepada netpitu.com.
Tingkat keberhasilan dalam pembuatan sumur air sawah ini menurut Sholihin, dalam mencari titik sumber air bawah tanah pihaknya melibatkan surveyor Geolistrik, drone, pemetaan geologi dan eksplorasi tambang, CV. Magma Karya Mustika, yang beralamat di Jepon, Blora.
Agar tidak mengganggu keberadaan air sumur warga, maka kedalaman sumur minimal berada di 60 – 70 meter bawah tanah. Dari 8 sumur yang telah dibuatnya, rara-rara kedalaman sumur 64 meter hingga 68 meter.
“Pengeboran tidak dilakukan jika melebihi kedalaman 70 meter. Karena dikuatirkan air yang muncul dipermukaan adalah sumber air asin,” jelas Kepala Desa Lengkong, Kec. Balen, Bojonegoro, Achmad Sholikin.
Setelah berhasil memenuhi impiannya membuat sumur air bawah tanah, selanjutnya Pemdes Lengkong, tahun anggaran 2021 nanti akan melakukan pembangunan jaringan air irigasi sawah. Sehingga pemanfaatan air bawah ranah ini bisa maksimal.
Sedangkan untuk kekurangan jumlah titik sumur air bawah tanah yang belum bisa dibuat pada tahun ini, akan diselesaikan pada tahun anggaran 2021 mendatang.
“Syukur jika ada gelontoran anggaran dari Pemkab Bojonegoro, Pemprov Jatim atau Pemerintah pusat untuk membuat sumur, itu lebih baik lagi. Karena Pemdes Lengkong, bisa mengalihkan anggaran pembuatan sumur bawah tanahnya ke program pembangunan lainnya yang memang saat ini tengah dibutuhkan oleh Desa” ujar Sholikin.
Selain untuk pemenuhan air sawah, air sumur bawah tanah juga akan dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air minum, mandi dan cuci warga, terutama di saat musim kemarau.
(ro)