BOJONEGORO. Netpitu.com – Awas, ini peringatan bagi bakal calon kepala daerah, baik bupati maupun wakil bupati dan gubernur, wakil gubernur, yang akan mengikuti kontes Pilkada serempak 2018. Untuk tidak mengejar ambisi jadi calon kepala daerah dengan menghalalkan segala cara, termasuk jual beli partai politik sebagai kendaraan dalam pencalonan.
Lantaran jika ambisi sudah mengalahkan logika maka bisa jadi bakal calon yang sudah mengeluarkan uang milyaran rupiah untuk membeli (rekomendasi) partai politik bisa jadi tidak dapat mendaftar ke KPU karena keburu ditangkap KPK – Bawaslu, dan akhirnya mendekan di sel penjara. Hal yang sama tentunya juga berlaku pada pejabat partai, jangan sembarang mematok imbalan mahar kepada bakal calon.
Hal tersebut terjadi karena transaksi politik yang biasa disebut mahar telah menjadi target bidikan Bawaslu yang Selasa (10/10) telah meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memerangi praktik mahar dalam Pilkada serentak 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tujuannya, agar diperoleh calon kepala daerah yang berintergritas dan anti korupsi, yang nantinya dapat mengemban amanah rakyat dan menjalankan praktik pemerintahan yang bersih, jujur dan berwibawa.
Karena dalam sepak terjang OTT KPK yang dilakukan setahun terakhir telah banyak menangkap bupati dan wali kota yang menerima suap dari pengusaha rekanan.
Tindakan korupsi suap adalah dampak dari tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan oleh calon kepala daerah saat mengikuti kontestasi Pilkada. Sehingga untuk mengembalikan modal Pilkadanya ia harus mencari sumber pendapatan lain diluar ketentuan.
Penerimaan fee atau suap merupakan sumber keuangan paling mudah diperoleh kepala daerah dan tak kentara, karena dengan hanya cukup menjual wewenangnya sebagai kepala daerah akan mendapatkan pundi-pundi harta yang melimpah.
Daerah paling rawan terjadi transaksi suap kepala daerah adalah menerima fee proyek, perijinan dan pengangkatan jabatan pegawai.
Memang tindakan suap sepertinya tak merongrong APBD, namun dampak yang timbulkan tak kalah luar biasa, lantaran pelaku penyuapan juga akan melakukan praktik yang sama untuk bisa mengembalikan modal suap yang telah dikeluarkan.
Selain itu bisa juga terjadi ketimpangan yang memunculkan ketidak-adilan, dan pelayanan terhadap masyarakat yang tidak sesuai dengan AUPB (Administrasi Umum Pemerintahan yang Baik) dalam penyelenggaraan pemeritahan.
Inilah yang dikawatirkan Bawaslu sebagai bagian penyelenggara Pemilu Kepala daerah yang dituntut menciptakan Pemilu bersih, bebas, jujur, adil, akuntable, guna mencari calon pemimpin yang berintegritas dan amanah tugas yang telah dipercayakan rakyat dalam membangun dan memajukan daerahnya.
“Kami, Bawaslu punya peran di sana, bagaimana Pilkada ke depan kepala daerah dan tentu calon-calon punya kualitas,” ujar Abhan, Selasa (10/10) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan pihaknya menginginkan adanya kerja sama yang berkelanjutan dengan KPK demi mengurangi praktik politik transaksional yang dinilai masih kerap terjadi saat memasuki pesta demokrasi di Indonesia.
“Sekaligus mengurangi politik biaya tinggi, karena politik biaya tinggi yang biasanya bermuara dari mahar atau money politik bisa berujung pada praktik-praktik kolusi,” ujar Afit.
Menyikapi langkah Bawaslu iniWakil Ketua KPK Saut Situmorang menngatakan pihaknya menyambut baik kerja sama dengan Bawaslu untuk meminimalisir praktik politik transaksional dalam Pilkada serentak 2018.
(R/Dan)