BOJONEGORO. Netpitu.com – Penyidik Subdit V Ditkrimsus Polda Jatim berencana menggelar perkara kasus dugaan pencemaran nama baik melalui media sosial yang dilaporkan Wakil Bupati Bojonegoro, Budi Irawanto. Setelah sebelumnya penyidik Polda Jatim yang mengambil alih penanganan perkara dari Polres Bojonegoro itu memeriksa 7 saksi dan 1 satu saksi ahli ITE.
Dalam surat bernomor : B/858/SP2HP-1/XII/RES.2.5/2021/Divreskrimsus, tanggal 6 Desember 2021 itu, disebutkan bahwa ke tujuh saksi yang telah diperiksa, 1. Budi Irawanto, 2. Yusty Rubiyantika, 3. Rochmad Bima Jusnanto, 4. Sasmito, 5. Samudi, 6. Anwar Sholeh, dan 7. Dan Kuswan, selaku pembuat group WhatsApp Jurnalis dan Informasi.
Diketahui dari saksi nomor 1 sampai dengan saksi nomor 6, merupakan anggota group WhatsApp Jurnalis dan Infirmasi. Sementara itu, satu orang saksi ahli yang telah diperiksa adalah Prof. H. Henri Subiyakto, SH, MA. yang merupakan ahli bidang ITE dari Kementerian Kominfo RI.
Dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan ( SP2P ) yang dikirimkan penyidik Divreskrimsus Polda Jatim kepada Budi Irawanto, selaku pelapor. Terungkap adanya rencana tindaklanjut gelar perkara atas hasil penyelidikan kasus pencemaran nama baik di media sosial WhatsApp yang dilakukan oleh bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah terhadap Wakil Bupati Bojonegoro, Budi Irawanto.
Meperhatikan SP2HP yang dikirimkan ke Budi Irawanto tersebut, terlihat jelas bahwa penyidik belum pernah melakukan klarifikasi atau memeriksa bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah, sebagai terlapor.
Sebagaimana tertuang Standart Operasional Penyidikan Polri, seorang penyidik dalam menindaklanjuti pelaporan pengaduan untuk mengungkap ada tidaknya terjadi peristiwa tindak pidana. Penyidik harus melakukan klarifikasi terhadap pelapor, saksi yang mengetahui kejadian perkara, dan terlapor, sebelum melakukan gelar perkara.
Penyidik diperbolehkan tidak melakukan klarifikasi terhadap terlapor, hanya apabila penyidik dalam memeriksa pelapor dan saksi telah menemukan 2 alat bukti kuat untuk menetapkan terlapor sebagai tersangka. Dengan demikian gelar perkara dapat dilakukan penyidik tanpa terlebih dahulu melakukan klarifikasi atau memeriksa terlapor.
Tapi sayangnya, penyidik kepolisian tidak melakukan klarifikasi atau pemeriksaan terhadap terlapor ini tidak hanya terjadi pada kasus dugaan pencemaran nama baik yang melibatkan bupati Bojonegoro sebagai terlapor.
Tidak diperiksanya terlapor tetapi gelar perkara sudah diagendakan oleh penyidik juga terjadi di perkara dugaan pemalsuan data otentik dan atau menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh data itu, sebagaimana telah telah dilaporkan oleh Anwar Sholeh ke Polres Bojonegoro.
Bagaimana seorang penyidik menyimpulkan sudah cukup bukti untuk meningkatkan penanganan perkara penyidikan sebelum melakukan klarifikasi atau memeriksa terlapor untuk dimintai keterangannya ?.
Tentu yang bisa menjawab pertanyaan itu adalah penyidik yang menangani perkara itu.
Asal jangan hanya untuk memenuhi SOP, lantas penyidik langsung mengambil tindakan langsung gelar perkara. Karena jika langkah tersebut dilakukan, tentu hasil penanganan perkara menjadi tidak sempurna atau cacat hukum, tidak transparan dan tidak akuntable, serta menciderai tujuan hukum dalam menjamin adanya kepastian hukum.
Apakah penanganan perkara kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Budi Irawanto sudah cukup bukti, sehingga penyidik tidak perlu melakukan klarifikasi atau memeriksa terlapor.
Atau sebaliknya, jangan-jangan ada intervensi, campur tangan kekuasaan yang lebih kuat untuk melarang penyidik memeriksa terlapor, yang dalam hal kasus ini adalah bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah.
Lantas bagaimana dengan perkara dugaan pemalsuan data otentik yang dilaporkan oleh Anwar Sholeh, dengan bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah sebagai terlapor ?.
Kenapa terlapor juga tidak diperiksa ?. Ada apa ?. Sudahkah hukum tak berlaku lagi bagi penguasa ?.
Jawabnya, tanyakan kepada hati nurani para penyidikmyang menangani perkara itu.
Penulis : Edy Kuntjoro, Pimpunan Redaksi netpitu.com