Kemenag Jatim “Banjir Keluhan” Sekolah Lima Hari

SURABAYA. Netpitu.com – Penolakan penerapan sekolah lima hari oleh menteri pendidikan dan kebudayaan, Muhajir Efendi, terus menggeliat di Provinsi Jawa timur. Sejumlah tokoh ulama, pengurus cabang NU, Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah dan Persatuan guru NU di Pasuruan, menggelar unjuk rasa menolak program sekolah lima hari.

Penerapan sekolah lima hari atau full day school ini dianggap akan merugikan banyak pihak, terutama lembaga pendidikan diniyah, TPQ, TPA, Pondok Pesantren dan bangsa Indonesia sendiri. Lantaran hilangnya kesempatan anak-anak sekolah yang menjalani pendidikan formal untuk bisa memperoleh tambahan waktu belajar ilmu agama menjadi hilang.

Menurut Mas’ud, Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, sebanyak 25.694 lembaga pendidikan diniyah di Jatim terancam gulung tikar apabila kebijakan lima hari sekolah selama sepekan diberlakukan. Pasalnya, kebijakan itu berpotensi menyebabkan mereka kehilangan 1,4 juta santri.

“Kami berharap ada kebijakan dan regulasi yang saling menguntungkan. Lima hari sekolah harus disesuaikan dengan layanan pendidikan diniyah yang sudah jadi tradisi di Jatim,” kata Mas’ud kepada wartawan, Rabu (14/6/2017).

Saat ini banyak keluhan dari berbagai daerah atas kebijakan lima hari sekolah tersebut. Lembaga-lembaga pendidikan keagamaan tersebut, selama ini menjalankan aktivitas belajar mengajar mulai pukul 14.00 hingga pukul 17.00.

Apabila kebijakan lima hari sekolah diberlakukan sehingga menyebabkan para siswa pulang sore, maka para siswa itu tak akan bisa mengikuti kegiatan di Madrasah Diniyah.

Di Jawa timur, kata Mas’ud, terdapat 20.011 lembaga Madrasah Diniyah tingkat Ula (dasar),  lalu 5.601 lembaga Madrasah Diniyah tingkat Wustho (menengah), serta 81 lembaga Madrasah Diniyah tingkat Ulya (atas).

Selain menjadi pusat aktivitas bagi lebih dari 1,4 juta santri, lembaga-lembaga itu juga menjadi gantungan ekonomi bagi sebanyak 25.694 lembaga pendidikan diniyah di Jatim terancam gulung tikar .

JK : 50 Juta Anak Sekolah Akan Terdampak.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla, menanggapi rencana kementeriannya menerapkan kebija‎kan full day school, tidak bisa hanya diputuskan di tingkat menteri.

“Ini kalau soal yang begini tidak boleh diputuskan hanya di tingkat menteri karena 50 juta anak yang terdampak, yang SD-SMP-SMA,” tegas JK di kantor Wapres, Gambir, Jakarta, Selasa (13/6/2017).

Menurut JK, nanti Presiden yang menentukan mengenai kebijakan full day school tersebut, setelah membahasanya dalam rapat terbatas.

Banyak hal yang menjadi pertimbangan mengenai rencana kebijakan tersebut, salah satunya mengenai kesiapan sekolah, yang setiap wilayah berbeda kondisinya.

“Menyangkut sistemnya, yang paling penting logistiknya, makannya. Di mana makannya anak-anak ini kan? Kalau di kota besar iya sudah biasa, tapi kalau di desa-desa di mana? Siapa bikin dapur di sekolah? Ada enggak ruang makannya? Itu yang paling sederhana, di samping yang lain-lain,” tuturnya.

JK menuturkan, rencana kebijakan tersebut akan di evaluasi kembali, karena ‎dampak dari kebijakan tersebut sangat besar.

‎”Nanti dievaluasi lah, ini kan belum berlaku, karena menyangkut banyak hal efeknya. Ada yang mampu mungkin, ada yang tidak, jadi tidak bisa dilakukan secara umum dulu, nanti secara bertahap,” paparnya.

(Red/Ams)