BOJONEGORO. Netpitu.com – Bantuan Keuangan Desa dikatakan oleh Wakil Bupati Bojonegiro, Drs. Budi Irawanto, M.Pd, berpotensi rawan masalah bagi desa penerima. Lantaran adanya beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi oleh pemerintah desa dalam merealisasikan proposal yang diajukan ke Bupati tersebut.
Wakil bupati Budi Irawanto, kepada netpitu.com menjelaskan persoalan yang nantinya bakal timbul pada realisasi bantuan keuangan desa itu ada di desa. Bukannya di tingkat Pemerintah Kabupaten.
Sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf b dan c, Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 12 tahun 2017 tentang pedoman pengelolaan bantuan keuangan desa, penerima bantuan keuangan desa yang bersifat khusus ini, wajib menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10 persen dari besaran BKD yang diterima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, telah melunasi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi baku desa pada tahun sebelumnya, ( tidak memiliki tunggakan PBB ).
Untuk bantuan keuangan desa yang bersifat umum ( Alokasi Dana Desa ) syarat ketentuan tersebut tidak diberlakukan.
Belum lagi, lanjut Budi Irawanto, bagi desa penerima BKD yang nilai usulan proyeknya diatas Rp. 200 juta, akan menimbulkan masalah baru. Karena sesuai ketentuannya pengadaan barang pemerintah yang nilainya diatas Rp 200 juta harus menggunakan mekanisme lelang.
“Apakah pemerintah desa mempunyai kemampuan teknis dalam penyelenggaraan lelang/ tender barang dan jasa. Jika tidak, terus pengadaan penyedia barang dan jasanya mau dilakukan dengan mekanisme apa. Penunjukkan langsung atau belanja langsung. Jika nilainya barangnya diatas Rp 200 juta, itu jelas melanggar ketentuan peraturan pemerintah,” tegas Budi Irawanto, Senin, (14/12/2020), kepada netpitu.com.
“Inilah yang saya maksud rawan masalah. Sehingga sata minta SKPD terkait bisa menyiapkan dasar hukum pelaksanaan BKD afar tidak terjadi masalah hukum di kemudian hari. Kasihan kepala desanya kan ?,” lanjut Budi Irawanto.
Senada dengan wakil bupati Bojonegoro, anggota Komisi B DPRD Bojonegoro dari fraksi partai Golingan Karya ( Golkar ), Sigit Kusharijanto, yang pernah menjabat sebagai kepala desa ini, menegaskan kecilnya kemungkinan bagi Pemdes untuk menyediakan anggaran 10 persen sebagai dana pendamping BKD.
“Dana Desa dari pemerintah pusat dan Alokasi Dana Desa dari Pemkab tidak boleh dipergunakan sebagai dana pendamping BKD. Terus mau dicarikan dari sumber anggaran mana ?,” jelas Sigit Kusharijanto.
Bagi desa penerima BKD khusus, lanjut Sigit, akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Lantaran Pemdes belum memiliki sumber daya teknis yang mampu menyelenggarakan tender proyek dengan cara lelang.
Jika mau dikerjakan secaea swakelola misalnya, sebaiknya menurut Sigit, Pemdes konsultasi lebih dulu dengan pihak Inspektorat atau Aparat Penegak Hukum ( APH ).
” Bisa Kejaksaan atau Polisi biar panitia pelaksana maupun Kadesnya tidak terjerat masalah hukum,” ujar Sigit.
Mantan Kepala Desa Ngraseh itupun menyarankan agar sebaiknya pekerjaan proyek pengaspalan jalan poros desa diserahkan pada dinas Pekerjaan Umum, yang telah memiliki sumber daya teknis yang mumpuni ketimbang Pemerintah desa.
Selain itu, untuk rencana BKD 2021, menurutnya harus ditinjau ulang perencanaannya. Karena BKD 2021 fokus pada pekerjaan pengaspalan jalan poros desa dengan aspal hotmix.
Dikawatirkan, jika pekerjaan tersebut dilakukan serentak oleh semua penerima BKD maka bahan baku aspal ( AMP ) tidak akan mencukupi kebutuhan seluruh proyek.
“Karena di Bojonegoro belum ada industri AMP ( aspal hotmix ). Hal ini juga harus menjadi pertimbangan bupati dalam pembetian BKD,” kata Sigit.
(ro)