BOJONEGORO. Netpitu.com – Setelah beberapa waktu lalu media pemberitaan dihebohkan dengan pembelanjaan kebutuhan rumah dinas bupati dan serapan belanja perjalananan dinas ketua dewan perwakilan rakyat kabupaten Bojonegoro. Kini giliran netpitu.com menelusuri belanja perjalanan dinas sekretaris dewan ( Sekwan ) kantor DPRD Bojonegoro, yang selama tahun anggaran 2020 menyerap duit rakyat sebesar Rp. 257.063.950,-.
Duit sebesar itu dipergunakan oleh Sekwan DPRD untuk belanja perjalanan dinas ke luar daerah sebanyak 33 kali dengan durasi waktu selama 96 hari dan 15 kali perjalanan dinas di dalam daerah Kabupaten Bojonegoro.
Dengan demikian selama tahun 2020, sekretaris dewan Bojonegoro ini melakukan 48 kali perjalanan dinas, dengan total waktu selama 111 hari. Perhitungan perjalanan dinas sekretaris kantor DPRD Bojonegoro ini mulai Januari 2020 sampai dengan Desember 2020.
Dari telaah data rekapitulasi perjalanan dinas Sekretaris Dewan yang dilakukan oleh tim kajian netpitu.com, hasilnya sungguh mengejutkan, karena Sekwan yang harusnya lebih banyak berdiam diri di kantor DPRD, sebagai penjaga gawang rumah wakil rakyat itu, ternyata lebih banyak mengikuti perjalanan anggota DPRD dan pimpinan DPRD. Dengan alasan tugas pendampingan.
Pertanyaannya, apa perlunya Sekretaris DPRD selalu mengikuti perjalanan anggota dan pimpinan DPRD ?. Apalagi saat itu ada instruksi dari presiden, kementrian, guberbur, dan bupati/walikota kepada pejabat SKPD untuk mengurangi intensitas perjalanan dinas, atau bahkan meniadakan, menunda perjalanan dinas jika tidak perlu dan sangat penting dan genting sifatnya.
Bahkan untuk mengurangi angka penularan dan penyebaran Covid19, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan kerja dari rumah. Lha, ini kok ada pejabat yang ngeyel melakukan perjalanan dinas luar daerah.
Lantas, haruskah alasan perjalanan dinas untuk melakukan pendampingan terhadap anggota dan pimpinan DPRD bisa dianggap sebagai alasan legal yang bisa diterima logika akal ?. Apalagi di tahun 2020 terjadi bencana pandemi Covid19.
Pandemi adalah situasi kedaruratan negara dalam.menghadapi ancaman penularan penyakit yang tak terkendali. Jika pimpinan negara melarang berpergian ke luar kota tanpa sebab alasan yang penting dan darurat pula, maka siapapun harus mentaati maklumat itu. Tidak peduli rakyat, pengusaha, apalagi pejabat pemerintah yang lebih memiliki kepentingan pengendalian dan penyelesaian pandemi Corona 19.
Berarti jika ada pejabat yang mokong dan keluar dari jalur maklumat presiden maka bisa dipastikan ada sesuatu yang salah karena telah dengan sengaja dan direncanakan untuk melanggar ketentuan peraturan hukum yang berlaku saat itu.
Dalam.Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2016, tentang perangkat daerah. Pasal 1 angka 1, telah jelas disebutkan,“Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.”
Dengan demikian, kepala dinas OPD atau Sekwan adalah pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan negara. Termasuk dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pandemi Covid19 yang cukup menguras perhatian semua pihak.
Ini bukannya menginjak rem untuk menahan diri tidak berpergian ke luar daerah sebagaimana himbauan pemerintah. Eeeh.,.. malah turut serta klenceran perjalanan dinas ke berbagai kota.
Pantaslah jika pemerintah beberapa waktu lalu kuwalahan dan pontang-panting dalam mengendalikan sebaran virus corona yang begitu cepat dan ganas. Ini tak lain, lantaran adanya pejabat pemerintah dan penyelenggara negara yang “ndablek” tidak mengindahkan maklumat presiden, gubernur dan bupati kepala daerah.
Selain itu, sensifisitas pejabat yang hobby kluyuran dengan alasan perjalanan dinas di saat pandemi ini, jelaslah sangat rendah dan tak patut untuk ditiru.
Sudah selayaknya bupati sebagai kepala daerah segera menegur dan memberi peringatan keras kepada pejabat daerah yang abai terhadap ketentuan yang harusnya dipatuhi.
(ro)