Adalah tiga nama, sebagai kandidat terkuat Capres 2024, yang selalu muncul berdasar hasil survey Itu adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
Sekarang marilah kita coba survey kecil-kecilan (versi sendiri). Sekeliling orang-orang terdekat, yang kita kenal, kita tanyakan, ” Kenapa dan atas dasar apa mesti mendukung GP, PS atau AB ?”.
Jawabannya bermacam-macam, tentunya. Dan itu, tetap sah-sah saja, namanya juga demokrasi. Bebas berbicara. Pun, berpendapat. Tapi secara umum, argumentasi mereka, gampang untuk dipatahkan. Karena dasar argumentasi, didasarkan pada pecahan cermin yang retak. Bahkan patah, kemudian dicuil-cuil, sebagai dasar perdebatan. Tentunya perspektif utuh argumen akan sulit tersajikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak heran kemudian, mereka saling bully membully. Melebar kemana-mana, tak jelas jluntrungannya. Ujungnya ngajak gelut !.
Saya jadi teringat Pilpres 2019. Ditengah pertarungan sengit, yang cenderung bar-bar, saya usulkan bagaimana jika Prabowo dipasangkan saja sebagai wakilnya Jokowi. Saya pun dibully pendukung kedua pihak, baik yang pro maupun yang kontra Prabowo. Eeeh,,,setelah Pilpres berlalu, ada rekonsiliasi. Prabowo bergabung dengan kabinet Jokowi, sebagai Menhan.
Bayangkan saja, jika waktu itu Prabowo bersedia dipasangkan, tentu, pada Pilpres 2024 ini, akan punya standing dan legitimasi lebih kuat, untuk bisa terpilih. Kalkulasi yang kliru terjadi waktu itu, sepertinya Prabowo, mau mengulang kisah sukses Pilgub DKI 2017.
Itu adalah Pilkada terburuk yang pernah ada. Perasaan terluka berhamburan. Tali temali perikatan sosial rakyat DKI, menganga. Bahkan berimbas menyebar kepelosok negeri. Perang ayat dan mayat berhamburan. Foolitik identitas menjadi jargon penting, guna memenangkan kontestasi.
Dan, muncul lah Anies Baswedan sebagai pemenang. Prabowo beserta Gerindra nya sendiri, adalah sebagai tokoh penting dan partai penyokong utama Anies.
Begitulah kisah lama itu, memang. Dan, kini mereka berdua, ada kemungkinan untuk saling duel di Pilpres 2024. Yang pasti, mereka berdua ini telah melakukan blunder foolitik. Sulit buat kita melupakan. Jejak digital bertebaran, dan masih tersimpan.
Kembali ke soal copras capres 2024.
Lantas bagaimana kita meletakan preferensi argumentasi , untuk dukung mendukung calon?
Buat saya, sederhana saja. Rasionalitaskan cara berpikir kita:
Pertama; namanya roda pemerintahan, ya mesti berkesinambungan. Apalagi dengan tingkat kepuasan publik 82% pada pemerintahan Jokowi sekarang ini, tidak ada alasan apapun untuk tidak berkelanjutan.
Bayangkan jika ganti pemerintahan, di reset mulu, apalagi antitese, kita akan memulai dari titik NOL kilometer lagi.
Kedua; proxy dari luar, khususnya negara-negara barat, akan berlanjut terus. Bergolaknya Papua, semisalnya. Apakah itu imbas dari akuisisi PT. Freeport? Atau, hilirisasi tambang mineral, akan membuat kian geram mereka? Apakah mereka akan berdiam diri?
Ketiga; bersyukur kita, sepertinya foolitik identitas akan berkurang. Jika pun demikian, masih ada yang akan mencobanya. Kasus penembakan di siang bolong terhadap yang mengaku habib pirang, itu sekadar contoh.
Jadi buat saya, dari ketiga kandidat Capres tersebut, siapa yang bisa menghadapi dan menyelesaikan ketiga persoalan diatas lah, yang layak kita pilih.
Selebihnya, terserah Anda ! *Berfoolitik itu, selow ajaah kalee…
Ditulis oleh Diding Sukowihardi