Netizensatu.com – Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) dipimpin ketuanya Harry Azhar Aziz, menemui Presiden Joko Widodo,di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/4). BPK melaporkan banyak temuan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IFIPS) II Tahun 2016.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan badan lainnya, menurut Harry, secara umum terungkap 5.810 temuan yang memuat 1.393 kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), dan 6.201 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp 19,48 triliun.
IHPS II Tahun 2016 merupakan ringkasan dari 604 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester II tahun 2016. LHP tersebut meliputi 81 LHP (13%) pada pemerintah pusat, 489 LHP (81%) pada pemerintah daerah dan BUMD, serta 34 LHP (6%) pada BUMN dan badan lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Berdasarkan jenis pemeriksaan, LHP dimaksud terdiri atas 9 LHP (1%) keuangan, 316 LHP (53%) kinerja, dan 279 LHP (46%) dengan tujuan tertentu (PDTT),” ujar Harry dalam laporannya.
Hasil pemeriksaan BPK yang signifikan pada semester II Tahun 2016 adalah terkait dengan pengelolaan pendapatan pajak dan pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). BPK menyimpulkan bahwa kegiatan pengawasan dan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak (WP) belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Permasalahan yang perlu mendapat perhatian antara lain bahwa WP Wajib Pungut Pajak Pertambahan Nilai pada empat KPP WP Besar terindikasi belum menyetorkan PPN yang dipungut sebesar Rp 910,06 miliar dengan potensi sanksi administrasi bunga minimal Rp 538,13 miliar.
“Selain itu, Wajib Pungut PPN terlambat menyetorkan PPN yang dipungut dengan potensi sanksi administrasi berupa bunga sebesar Rp117,70 miliar,” jelas dia.
Terkait dengan pemeriksaan atas pengelolaan PNBP, permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah piutang macet biaya hak penggunaan frekuensi berpotensi tidak tertagih sebesai Rp 1,85 triliun pada Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Temuan lainnya adalah tentang pengenaan tarif biaya pendidikan dan sewa Barang Miiik Negara pada Perguruan Tinggi Agama Negeri belum mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, sehingga tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
IHPS Tahun 2016 juga memuat hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan. Sejak 2005 sampai dengan 2016, BPK telah menyampaikan 437.343 rekomendasi hasil pemeriksaan BPK kepada entitas yang diperiksa senilai Rp 241,71 triliun.
“Secara kumulatif sampai dengan 2016, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan Periode 2015-2016 telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset, penyetoran uang ke kas negara/daerah sebesar Rp70,19 triliun,” ujar mantan politikus Golkar itu.
Dari entitas yang diperiksa BPK selama 2016, terdapat 10 entitas telah selesai menindaklanjuti rekomendasi BPK pada periode yang sama. Sepuluh entitas tersebut adalah Dewan Ketahanan Nasional, BIN, Lemhanas, BKPM, BNPT, serta Pemkab Lampung Barat, Pemkab Pringsewu, Pemkab Boyolali, Pemkot Bima, dan Pemkab Lamandau.
“Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang tinggi dari pimpinan entitas tersebut untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK.” pungkas dia.
( Red/*)