BOJONEGORO. Netpitu.com – Politikus gaek Sunaryo Abuma’in, SH. MH, mengingatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bojonegoro, untuk tidak menari-nari diatas penderitaan rakyat.
Pernyataan tersebut dilontarkan Sunaryo Abuma’in dalam menyikapi kenaikan tunjangan perumahan dan transpotasi ketua, wakil ketua dan anggota DPRD Bojonegoro yang ditetapkan bupati Bojonegoro dalam Perbup nomor 24 tahun 2020, tentang perubahan Perbup 56 tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Teknis Perda Nomor 9 tahun 2017 Tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD Bojonegoro.
Menurut Sunaryo Abuma’in, yang juga wakil ketua DPW PPP Jawa timur itu, menerima kenaikan tunjangan uang perumahan di saat negara dalam “bencana” pandemi virus Corona, sama saja dengan menyakiti hati rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Rakyat sedang berkeluh kesah kesulitan ekonomi dan berdukacita karena tidak bisa bekerja, tapi perwakilan di dewan malah tertawa-tawa. Ini kan ironis,” ujar Sunaryo Abuma’in kepada netpitu.com, Sabtu, ( 30/05/2020).
Ia pun meminta agar bupati Bojonegoro menunda atau membatalkan kenaikan tunjangan perumahan dan transpotasi bagi anggota, wakil ketua, dan ketua DPRD tersebut.
Karena selain melanggar norma kemanusiaan ( Pancasila, red ), juga ditengarai adanya ketidaksesuaian ketentuan dasar hukum yang dipergunakan untuk menentukan besaran nilai jumlah kenaikan harga sewa rumah yang ditetapkan dalam tunjangan perumahan tersebut.
Menurut Sunaryo Abuma’in yang kini berprofesi sebagai advokat itu, bahwa ada potensi pelanggaran ketentuan aturan dan perundang-undangan.
Dikatakan, seharusnya penetapan besaran gaji penyelenggara negara (termasuk DPRD) mengacu pada UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD.
Dasar hukum penetapan besaran gaji DPRD beserta tunjangannya tidak bisa menggunakan tafsiran harga dari Kantor Jasa Penilai Publik ( KJPP ) atau appraisal.
Lantaran tafsiran harga appraisal dari lembaga jasa penilai publik tersebut hanya dipergunakan untuk kepentingan lembaga perbankan atau lembaga bisnis lain di luar pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat pada ketentuan Permenkeu Nomor 125/PMK.01/2008.
Selain itu, besaran nilai tunjangan perumahan ketua, wakil ketua dan anggota DPRD ini, juga patut dipertanyakan. Lantaran sesuai ketentuan perhitungan tafsiran nilai sewa rumah normatifnya ditentukan sebesar 3,5 sampai dengan 5 persen per tahun dari nilai property ( rumah ).
“Jika tunjangan perumahan ketua dewan Rp. 20,3 juta per bulan maka dalam satu tahunnya menjadi Rp. 243.600.000.00. Jika diasumsikan Rp.243,6 juta tersebut adalah 5 persen dari nilai harga rumah maka harga rumah yang disewa senilai Rp. 4,8 milyar,” terang Sunaryo Abuma’in.
Yang tidak boleh dilupakan, lanjut Sunaryo Abuma’in, tujuan diberikannya tunjangan perumahan bagi anggota, wakil ketua dan ketua DPRD tersebut untuk mendukung kinerja anggota dewan dengan cara mendekatkan tempat tinggal atau kediaman anggota dewan tersebut dengan kantor DPRD.
Jika mereka masih tinggal di rumahnya sendiri yang berada di Desa dan jauh dari perkotaan maka dapat dipastikan uang tersebut tidak dipergunakan untuk sewa rumah, dan tujuan pemerintah memberikan tunjangan perumahan bagi anggota legeslatif tersebut tidak tercapai.
“Disinilah potensi kerugian negara itu muncul,” tandas Advokat yang juga mantan anggota DPRD Bojonegoro itu.
(ro)